Kebal Peluru
Kamis, 20 Juli 2023 06:19 WIBDia kebal peluru, namun mengapa tubuhnya berdarah?
kau masih ingat Sakiman, kawan?
ia yang duabelas tahun silam
bersama teman kampung sebelah
merantau ke Jakarta
jadi tukang bangunan, kabarnya
tapi hanya sejenak
lalu berbelok ke Banten
kemarin Sakiman pulang, kawan
wajahnya berpeluh saat subuh
tubuhnya kurus seperti tak terurus
punggung memanggul ransel biru berumbai
kami ramai merubung ia menyeringai
sekarang Sakiman sakti, kawan
tubuhnya kebal peluru bak Superman
sekian lama ia berguru di Banten
setelah bosan mengaduk pasir dan semen
begitu ia bercerita di pos ronda
kami tergelak menyangka ia bercanda
dan ia meradang, kawan
ya, meradang!
maka, ahad pagi ini sekira pukul sembilan
bertiga kami bermotor melintasi jalan
ke selatan, hutan pinus di pinggang bukit
awan putih membentang serupa senapan di langit
sinar mentari belum begitu menggigit
angin masih lirih mengusir perih
Sakiman menyodorkan senapan angin pada Badrun
"pilih bagian tubuhku yang kau suka," katanya
Badrun mengisi peluru timah mungil
mengokang beberapa kali senapan itu
"kokang sebanyak kau mampu
bila perlu seratus kali! Sakiman menantang
Sakiman berdiri di bawah sebatang pohon pinus
di depannya, Badrun berdiri menatap lurus
jarak mereka sekira tujuh langkah
itu kegilaan yang parah
Badrun meletakkan popor di bahu kanan
memiringkan kepala ke kanan pula
memicingkan sebelah mata dan menahan napas
aku memejamkan mata
dada berdebaran seperti genderang
kubayangkan sepotong derita
pekik dan jerit seperti dalam perang
jantung ini serasa berhenti
berkelebat bayang seseorang telah mati
ketika senapan angin menyalak jret!
seperti suara jebretan gelang karet
tetapi tak ada pekik pilu
atau jerit bagai tertoreh sembilu
mataku membelalak, mulut menganga
Sakiman tergelak, Badrun terpana
"ayo lagi. kokang seribu kali! Sakiman menantang
Badrun mengisi peluru penuh semangat
"kamu maju lagi!" Sakiman berkata lantang
Badrun maju dua langkah, jarak semakin dekat
jret!
seperti tadi, Sakiman tergelak
meski tembakan itu sungguh telak
Sakiman menatapku dan melemparkan senapan angin
gemetar tubuhku, mengucur keringat dingin
terbayang sebuah kursi terdakwa dan sidang yang lama
juga pasal pembunuhan tingkat pertama
"bidik dadaku, kepalaku, sesuka kau!" Sakiman menantang lagi.
getar tubuhku tak jua pergi
aku menghela napas menguatkan nyali
"bismillah," ucapku lirih
kubelokkan arah bidikan, bukan ke dada
jret!
Sakiman menjerit memecah hening
keringat membasahi kening
tubuhnya limbung memegang paha kanan
darah mengucur deras dan ia pingsan
Badrun tersenyum menatapku
apa kau tahu, kawan?
mengapa aku gemilang
mendarahkan raga Sakiman?
"kau baca doa, aku tidak," kata Badrun
Batang, 12 Mei 2023
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Menari Bersama Bidadari
Sabtu, 21 Oktober 2023 13:57 WIBJangan Pacari Kakakku
Senin, 16 Oktober 2023 09:43 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler